Pindapata - Jakarta 01 Mei 2011


Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Tirokuḍḍesu tiṭṭhanti, sandhisiṅghāṭakesu ca

dvārabāhāsu tiṭṭhanti, āgantvāna sakaṁ gharaṁ.
Para mendiang datang ke rumah mereka masing-masing, berdiri di luar dinding rumah, di perempatan jalan, di pertigaan jalan dan di dekat daun pintu.
(Tirokuḍḍa Sutta)
Pada suatu hari, Raja Bimbisara berdana makanan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Tetapi setelah berdana makan kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau, raja lupa melakukan pelimpahan jasa. Raja lupa melimpahkan jasa kebajikannya kepada sanak saudaranya yang terlahir di alam peta, menjadi makhluk peta selama 92 kalpa. Pada waktu itu raja sibuk memikirkan ”tempat” untuk Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya, tempat untuk bervassa.
Malam harinya, Raja Bimbisara tidak bisa tidur, beliau mendengar suara-suara jeritan yang mengerikan, teriakan-teriakan putus asa yang mengerikan. Sepanjang malam raja tidak bisa tidur hingga pagi hari.
Pagi harinya, karena tidak bisa tidur semalam suntuk, maka wajah raja menjadi pucat pasi, beliau terganggu oleh jeritan-jeritan putus asa yang mengerikan, suara-suara jeritan dari alam peta.
Raja pergi menemui Sang Buddha, raja menceritakan pengalamannya mendengarkan suara-suara jeritan putus asa dan bertanya kepada Sang Buddha: ”Bhante, apakah yang akan terjadi pada diri saya dan ciri-ciri apakah itu, yang mengganggu saya sepanjang malam? Apakah ini suatu pertanda yang buruk bagi saya sebagai raja, Bhante?”
Sang Buddha dengan tenang memberi jawaban kepada raja: ”Raja yang agung, tidak akan terjadi apapun pada dirimu raja! Yang terjadi sebenarnya adalah: sanak saudaramu yang terlahir di alam peta menjadi makhluk peta, selama sembilan puluh dua kalpa, mereka telah lama menunggu dan menurut kamma mereka, sudah waktunya mereka mendapatkan pelimpahan jasa.”
”Kalau demikian halnya, apakah mereka bisa mendapatkan pelimpahan jasa hari ini?” Raja bertanya kepada Sang Buddha. Sang Buddha memberikan jawaban bahwa: ”Hal itu bisa dilakukan hari ini.”
Raja Bimbisara menjadi semangat dan mengundang Sang Buddha serta bhikkhu Saïgha untuk menerima dana makan di istana raja, Sang Buddha menyetujui dengan berdiam diri.
Raja kembali ke istana, memberi instruksi kepada pelayan istana untuk mempersiapkan dana makanan yang besar dan meriah kepada Sang Buddha dan siswa-siswa Beliau. Beraneka makanan dan minuman dipersiapkan oleh raja, juga kain jubah serta tempat tinggal untuk murid-murid-Nya. Setelah semuanya siap, raja mempersilahkan Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya memasuki ruang istana.
Ketika sampai di ruang istana raja, Sang Buddha dengan menggunakan kekuatan batin-Nya, mampu membuka tabir sehingga raja bisa melihat makhluk peta yang jumlahnya ribuan, mereka berdiri berderet-deret dengan tubuh kurus kering tinggal kulit pembalut tulang, urat-urat nadinya menonjol keluar, rambut kusut seperti ijuk – sungguh suatu pemandangan yang mengerikan. Raja merasa kasihan dengan makhluk-makhluk peta tersebut.
Oleh karena itu, raja mulai melayani Sang Buddha dengan mempersembahkan air, dengan pikiran: Semoga jasa dari mempersembahkan air ini, jasanya melimpah pada sanak saudaraku yang terlahir di alam peta. Ketika air itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, saat itu juga muncul keajaiban: di alam peta muncul kolam-kolam air yang dalam, persegi empat, airnya jernih, dan di sana juga tumbuh bunga teratai. Raja bisa melihat semua kejadian di alam peta – sekarang makhluk peta bisa minum sepuasnya dan mandi sepuasnya. Tubuh makhluk peta sekarang menjadi segar.
Raja menjadi semakin bersemangat, raja kemudian mempersembahkan bubur beras kepada Sang Buddha, ketika bubur beras itu disentuh dan diterima oleh Sang Buddha, maka di alam peta seketika muncul makanan-makanan surgawi yang lezat-lezat, sehingga tubuh makhluk peta berubah menjadi segar, sehat dan padat, berisi dan bercahaya. Makhluk peta telah berubah menjadi makhluk surgawi, oleh karena itu, raja semakin bersemangat mempersembahkan kain jubah dan tempat tinggal.
Sekarang makhluk peta berubah menjadi makhluk dewa dan dewi dengan istana yang megah. Raja merasa puas dengan  kemuliaan yang telah dialami oleh sanak saudaranya menjadi dewa-dewi yang cemerlang.


Apa itu Pattidana /Pelimpahan Jasa?  Ialah suatu teknik atau cara untuk  menolong sanak saudara kita  atau  leluhur kita  yang telah meninggal yang mungkin telahir di alam menderita(peta) dan cara menolongnya adalah dengan Cara pelimpahan jasa. Mengapa mahluk dialam peta dikatakan menderita ? di alam peta tidak ada pertanian, tidak ada perkebunan , tidak ada peternakan atau perdagangan, jika kesemuanya itu tidak ada mereka lalu makan apa?? didalam kitab Abbidhama ada 37 jenis mahluk peta makanan meraka adalah  : ludah yang dibuang oleh manusaia, dahak yang dibuang oleh manusia,muntahan,ingus dan darah manusia atau hewan.Khusus mahluk peta yang makananya darah manusia atau darah hewan mahluk peta tersebut akan berdiri di persimpangan jalan,di pertigaan jalan,di rel kereta api karena di tempat-tempat inilah mahluk-mahluk peta tersebut menunggu terjadinya kecelakaan dan akan meminum darahnya  dan khusus yang meminum darah hewan, mahluk peta akan menempati tempat-tempat pejagalan hewan.Makanan favorite mereka adalah air besar dan air kecil, makanan mereka tdk bergizi, maka mereka kurus kering ,urat-urat pada tubuh yang menonjol, mata merah menyala bagaikan api, rambutnya kasar seperti ijuk . Mengapa mereka  terlahir kealam  peta ? Karena semasa hidupnya dipenuhi 3 kkotoran batin yaitu
LOBHA keserakahan,Pelanggaran lima sila
DOSA/kebencian,
MOHA/kebodohan(kedunguan).

PARADATTUPAJIVIKA PETA adalah jenis mahluk PETA yang memelihara hidupnya dengan memakan makanan yang disuguhkan orang dalam upacara sembahyang. misalnya hari TJENGBENG,hari CIOKO(TJIT GWE POA).Hanya Paradattupajivika-Peta saja yang dapat menerima makanan yang diberikan orang dalam upacara sembahyang serta kiriman jasa dari keluarga. Para Bodhisattva, jika terlahir menjadi setan, akan menjadi Paradattupajivika-Peta, dan tidak akan menjadi setan (peta) yang lain..

Hal-hal yang harus kita perhatikan jika kita memberikan persembahan makanan,minuman,pakaian pada hari-hari sembahyang yaitu :
Persilahkanlah makanan,minuman dan pakaian yang kita persembahkan bukan hanya untuk yang tertera di atas batu nisan saja atau kepada satu atau dua orang yang sudah meninggal saja tetapi persilahkan juga kepada seluruh sanak saudara kita yang sudah meninggal dan terlahir dialam PETA


Sabbe sattā bhavantu sukhitattā
Oleh: Bhikkhu Khemaviro

































Vayadhamma sankhara Appamadena sampadetha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar